Yeskiel Belau, Foto : Dok Pribadi |
Masalah tersebut sampai saat ini belum tuntas. Karena pihak penjual dan pembeli besikeras pada prinsipnya. Pihak yang satu menjadi gila uang dan pihak lain menjadi gila hormat. Keduanya berlaga bagaikan anjing yang tidak pernah melepaskan gigitannya.
Ketika mendengar informasi tentang penjualan dan pembelian lokasi Misi ini, kami bersama umat Paroki Bilogai yang turut mendengarkan informasi itu merasa aneh. Karena tindakan itu memalukan masyarakat dan para pejabat Kabupaten Intan Jaya. Mereka bukannya membangun kerja sama yang harmonis, tetapi justru berusaha merampas kepunyaan Misi. Pada hal fungsinya untuk kepentingan umum. Yakni pengembangan pembangunan Kerasulan.
Tindakan itu merupakan usaha untuk memanfaatkan obyek hanya demi “kepentingan individu/keluarga, maka tindakan semacam ini adalah pencurian. Mestinya dikelola sesuai tujuan keagamaan. Yaitu keperluan kerasulan; pendidikan, kesehatan amalkasih dan penghidupan rohaniwan-rohaniwati, sesuai dengan hukum kanonik” (A. Heuken SJ. Esiklopedi Gereja II H-Konp).
Hal yang telah terjadi memang bertolak dari kepentingan individual, sebagaimana yang dibahas di atas. Ada pihak yang membutuhkan uang dan ada pihak yang membutuhkan lokasi pembangunan rumah keluarga. Karena itu, menurut tokoh Beliau keduanya adalah pencuri.
Kemungkinan tujuan pencurian dari pihak jual adalah sebagai mekanisme difens (pembelaan diri), atas kekecewaan. Kami pernah mendengar keluhan pelaku sebelumnya, bahwa mereka merasa dikecewakan oleh pihak yang kini berusaha melindungi tanah itu. Meski jikakalau dicerna secara bijak, muatannya bersifat konstruktif (membangun) peradaban manusia baru. Tetapi sekarang apa yang terjadi? Kenyataannya mereka sudah memenuhi kebutuhan oknum yang membutuhkan lokasi membangun rumah.
Tindakan ini dianalisa, bahwa sebelumnya penjual dan pembeli melakukan negosiasi cacat keadilan. Kemudian lantas masuk pada klimaksnya. Dikatakan negosiasi cacat keadilan karena mereka (oknum pejabat) berperan sebagai kaum terpelajar/intelektual, tetapi mereka tidak mempertimbangkan efek dari tindakannya. Yang mereka lakukan berdasarkan negosiasi tersebut adalah persekongkolan meranjang niat tidak terpuji. Buktinya adalah oknum itu berusaha menempatkan pihak penjual di barisan depan perselisihan. Akhirnya mempersulit ruang gerak pihak yang lemah tetapi yang dikendalikan itu. Ada pihak yang diuntungkan dan ada pula pihak yang dirugikan. Jikalau demikian bukankah ada pihak yang memperalat pihak yang lain?
Bukankah tokoh Agama ini mengatakan hal yang serupa? Pelaku jual tanah diperalat oleh mereka yang berkepentingan? Oknum berkepentingan ingin menikmati lokasi Misi yang strategis. Buktinya adalah; Pertama; Pembayaran tanah Misi dengan harga jutaan rupiah. Kedua; Ketika dihalangi pihak pembela, mereka mengacamnya dengan sejarah-sejarah rekayasa. Ketiga; Mempertanyakan Pastor yang membuka Paroki Bilogai yaitu Pastor Misael Kammarel OFM. (Misionaris Pertama di Tanah Air Intan Jaya). Demikian pertanyaan dan pernyataan oknum “Siapakah Misael Kammarel itu? Dia hanya datang survey saja!” Lalu mereka mengakui diri sebagai tokoh yang membuka Daerah Intan Jaya! Dibuktikan juga dengan penggusuran lokasi Misi itu. Saat ini, tempat itu siap mendirikan rumah.
Pertanyaan serius dan usaha pembuktian tersebut terkesan meremehkan Misionaris yang telah menjadi “IBU” Bagi Kabupaten Intan Jaya. Karena itu, tentulah bahwa pihak pembela tanah Misi beserta seluruh Umat Katolik Intan Jaya merasa dilukai. Tetapi camkanlah, mereka merasa terpukul bukan karena tidak mersedia menerima kritikan. Namun karena memang hal itu menjadi musuh kejujuran, kebenaran dan keadilan.
Konsekuensi logis
Segala sesuatu ada karena ada sebab utama. Kita juga mengenal hukum karma. (sebab-akibat). Jadi, perbuatan manusia sekecil apa pun, ada akibat bagi dirinya. Pembuktian; Kalau kita menanam bunga mawar di halaman rumah, pasti memperindah halaman rumah. Tetapi kata orang, kalau menanam angin pasti menuai badai. Sepengal perumpamaan pembuktian ini mau mengajak kita kepada konsekuensi logis atas perkataan, perbuatan dan perencanaan kita. Perkataan, perbuatan dan perencanaan yang mematikan kemajuan pihak lain, juga merupakan kepada diri dan keturunannya sendiri. Dan, itu mutlak. Konsekuensi logis ini berada di atas segala-galanya. Tidak ada insan yang tahu kapan/dari mana dan siapa/keturunan ke berapa, yang akan mengalami akibat/ulahnya. Sebab hukum alam selalu alami dan misteri. Alam yang mengatur.
Pikirkan; Jikalau kita terus mengembangkan sisi negatif dalam diri dan bertindak, sama halnya dengan menaburkan angin supaya kita dan keturunan kita menuai badai. Kelicikan mempengaruhi orang lain lalu menempatkannya di barisan depan perselisihan, menciptakan masalah baru, meremehkan tokoh Misionaris dan merekayasa sejarah merupakan amunisi yang mematikan. Beginikah model figur yang hendak membangun masyarakat dan Daerah Intan Jaya? Bukankah kehadirannya menjadi batu sandungan bagi Gereja dan masyarakat?
Salah satu putra Daerah Intan Jaya menanggapi “Apa pun argumennya, tindakan penjualan dan pembelian tanah Misi itu tidak dibenarkan. Amat memalukan kita sebagai putra daerah Intan Jaya” Sebab sengketa ini hangat dibicarakan di kalangan masyarakat luas. Sampai-sampai digemparkan di lembaga-lembaga pendidikan Misi yang lebih luas”. Atau dengan sadar berniat menjadikan Intan Jaya sebagai lahan percontohan negatif dalam perlindungan hak Misi? Dari antara Kabupaten-Kabupaten Pegunungan yang lain, Kabupaten Intan Jaya telah lalai dalam perlindungan terhadap hak Misi. Sepertinya kita harus belajar lebih, dalam memahami Misi itu sendiri.
Misi
Pengertian misi; Kata Misi berasal dari bahasa Latin yaitu Mission. Mission artinya pengutusan. Dalam konteks Gereja katolik istilah misi digunakan bertitik tolak dari Misi Yesus Kristus sendiri yang diutus oleh Bapa-Nya untuk “melaksanakan proyek keselamatan umat manusia di dunia.” Singkat kata, Misi itu diteruskan hingga pada setiap Pastor/Imam tertahbis. Awam dan seluruh umat katolik pun ikut terlibat dan ambil bagian di dalamnya.
Pastor
Misael Kamerel OFM. adalah pemegang kuasa pengutusan. Karena itu, kita sebut
sebagai Misionaris. Sedangkan
kesediaan lahan pembangunan Gereja dan sebagainya disebut lokasi atau tanah
Misi! Karena itu, kita sebagai figur-figur yang lahir dari pihak Misi, wajib melindungi
haknya. Jika sebaliknya seperti halnya, apa kata dunia?
Dialog terbuka
Disarankan agar dalam waktu yang dekat ini melakukan proses penyelesaiannya. Jalan yang ditawarkan adalah dialog terbuka. Jalan dialog yang dimaksud adalah dengan hati yang dingin, bersekutu dan saling mendengarkan isi hati masing-masing pihak. Kemudian menemukan akar masalahnya dan memecahkan. Untuk menghasilkan hasil yang memuaskan, diperlukan kehadiran pihak ketiga. Pihak ketiga yang diharapkan adalah pertama; Pihak Keuskupan Timika sebagai pemilik harta Misi. Kedua; Tokoh Adat setempat sebagai pemilik hak ulayat. Ketiga; Pihak Pemerintah, sebagai pimpinan daerah setempat. Keempat: Pihak Tim Pastoral sebagai tuan rumah sekaligus sebagai pihak yang dikorbankan.
Tujuan yang mau dicapai;
1. Menuntaskan
sengketa tanah Misi.
2. Memperjelas
hak milik masing-masing pihak.
3. Terciptanya
kedamaian, persaudaraan dan cinta kasih.
4. Membangun
kepercayaan satu-sama lain.
5. Membangun
kerja sama yang harmonis.
6. Mencegah
timbulnya masalah baru.
Menelusuri jalan menuju penyelesaian masalah dan perdamaian dengan pendekatan dialog yang melibatkan pihak ketiga akan membantu dalam membentuk pola pikir positif. Setiap anggota dialog akan mudah diarahkan. Hal ini juga akan mempermudah pula pencapaian tujuan yang dimaksud. Dengan demikian perkembangan Spiritual umat dan Pembangunan Kabupaten Intan Jaya akan lebih baik.
Oleh : Yeskiel Belau
Penulis
adalah Mahasiswa STFT “FT” Sekolah Tinggi Filsafat Teologi “Fajar Timur”
Abepura, Jayapura, Papua.
sobat kami tidak bisa menyalakan siapa dia yang intinya ada beberapa tujuan yang mau dicapi yang telah sobat cantumkan itu adalah Solusi terbaik.
BalasHapussalam
<===AMAKANEEE FOR U===>
Sebelum_Nya Saya sangat minta maaf. bukan nya tanah missi bapak oktovian japugau punya tanah jadi dia suda jual. amakanee kakak tulis ini saya tidak percaya. dan tanah missi itu suda di pagar kan dari gereja. dari asrama putra sampai ujung lapangan itu suda di pagar kan jadi buat apa kakak bilang tanah misi itu dekat bpk butua lg. itu, saya tdk percaya kalau tanah itu milik misi lagi... amakaneee kakak saya budi tabuni sangat minta maaf... ======= Budhy, Tabun ======
BalasHapus