“Aku
Sayang Kamu”
Fr.Yeheskiel Belau. Foto: Dok KOMISI |
Oleh : Fr.Yeheskiel Belau
Ungkapan “Aku Sayang Kamu” tidak
asing lagi di telinga kita. Seringkali kita mendengarnya melalui
tayangan-tayangan sinetron, syair-syair lagu bahkan kita sendiri
mengungkapkannya. Lebih dari itu, Aku Sayang Kamu (ASK) bergemah di seluruh
dunia pada setiap 14 Februari yang sering disebut sebagai hari “Valentine Day”.
Valentine Day adalah Hari Tanda Kasih Sayang. Karena itu, tanggal tersebut kita
selalu menyerukan “Aku Sayang Kamu” kepada kekasih, anggota keluarga,
sanak-saudara dan siapa saja yang kita jumpai. Kasih sayang ini dapat diungkapkan
dengan ciuman, pelukan dan pemberian kado dalam bentuk bunga, perhiasan
menarik, makanan, alat-alat elektronik dan sebagainya sesuai dengan konteks.
Pada peringgatan Valentine Day
juga orang menyapa sesamanya “Aku Sayang Kamu” dengan intensi tertentu. Ada
insan yang mengungkapkan kasih kepada pribadi lain, karena ia pun ingin
disayangi secara eksklusif. Pada tataran ini selalu terjadi di dunia percintaan
erotis. Dunia percintaan erotis tentu dialami dan dihidupi semua kalangan
generasi manusia. Enta dalam dunia percintaan kaum remaja, keluarga-keluarga
muda maupun di kalangan orang tua. Dalam peziarahan dunia percintaannya “Aku
Sayang Kamu” menjadi sayap bagi kedua insan yang sedang berlayar di lautan
cinta. Maka ungkapan ASK dialami sebagai keutuhan ikatan cinta dan jaminan
untuk terus hidup bersama dalam hubungan yang eksis serta harmonis.
Aku Sayang Kamu juga berarti “aku
sayang aku”. Dengan kata lain; si aku menerima si kamu sebagai aku. Artinya,
ungkapan yang mengandung penerimaan kamu secara total menjadi aku. Aku mau
menerima perbedaan, kelebihan dan kekurangann kamu. Di sisi lain berati aku
rela membuka diri dan memperlihatkan keutuhan aku kepada kamu. Secara sederhana
dapat dirumuskan demikian “Lihatlah, ini aku, aku berbeda dengan kamu, aku punya
kelebihan dan kekurangan juga. Andaikan aku dan kamu serentak menyeruhkan ASK,
maka “aku” dan” kamu” adalah aku atau kamu. Bukan kamu dan aku lagi”.
Ada insan yang meyerukan “aku
sayang kamu” kepada pribadi lain secara inklusif. Ungkapan sayang pada tataran
ini tanpa intensi khusus yang eksklusif, tetapi menyiratkan makna kasih sayang
universal. Di sinilah arena tumbuh dan berkembangnya kasih sayang antar sesama,
sebagai anggota keluarga, kerabat dan sesama manusia. Di arena ini seorang ayah
atau ibu dapat mengungkapkan sayangnya kepada anak-anak, saudara-saudari dan
sebaliknya. Dalam kasih ini pula sesama mengungkapkan kasihnya kepada sesama
yang lain, karena sesama adalah sama seperti dirinya. Ungkapan ASK di sini,
mengandung gambaran kasih yang bebas, terbuka, luas, hidup, luhur dan abadi.
Wujudnya menampilkan kasih tanpa pamri, menyeluruh, dan merupakan pemenuhan
substansinya sebagai manusia. Manusia yang hadir di dunia atas dasar kasih
serta berada dalam kasih sesama dan Allah.
Kahadiran manusia di dunia amat
dimungkinkan oleh kasih sesama dan Allah. Karena itu gemah kasih tidak pernah
dan tidak akan padam dari hidup manusia. Manusia yang berpulang pun akan
dituntun oleh kasih dan mengiringi perjalanannya kepada Sang sumber kasih,
untuk menyatu dengan-Nya. Jadi, pada hakekatnya kasih mengawali dan berada
sebagai akhir penyatuan manusia. Dalam hasil refleksi-refleksi teologis, secara
jelas dikatakan bahwa kasih itu adalah Allah. Allah yang menyatakan diri “Aku
adalah Alfa dan Omega” (Wahyu 1:8). Dalam konteks ini, Allah Alfa dan Omega
berarti Allah yang memungkinkan titik terbentuknya sosok manusia (awal) dan Ia
siap menyatukan manusia dalam diri-Nya (akhir). Maka, sesungguhnya kepenuhan
kasih berada dalam kebesaran Allah. Dan, karena manusia hadir atas dasar
kasih-Nya, maka substansi manusia juga adalah kasih. Sebab itu ekspresi manusia
“aku sayang kamu” adalah gambaran kasih Allah. Pertanyaannya; Bagaimana
menggemahkan ASK sebagai gambaran kasih Allah dalam dunia kasih mencakup semua
kalangan? Pemahaman ASK yang dialami manusia dalam dunia percintaan di semua
kalangan telah digagaskan di atas. Karena itu, pertanyaan ini mesti dimengerti
dalam lingkupnya.
Hal penting yang menjadi sentral
di sini adalah menyerukan ASK sebagai penerusan kasih Allah kepada sesama, baik
dalam dunia percintaan maupun dalam keluarga dan pergaulan. Injil Matius,
sangat jelas menekankan kasih “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu
sendiri’ (22:39). Nats Suci ini sesungguhnya adalah hukum kedua yang mendasari
seluruh hukum. Karena itu, mengasihi sesama adalah hal yang mutlak bagi
manusia, yang tidak dibatasi oleh waktu dan siapa pun. Manusia hendaknya
membangun kasih yang seimbang, saling membahagiakan, bermartabat dan harmonis.
Menyerukan ASK di dunia sebagai
gambaran kasih Allah, membutuhkan pemahaman sifat-sifat Allah secara intens.
Kita mengenal sifat-sifat-Nya dalam Kitab Suci yang adalah pokok ajaran iman,
bahwa Ia bersifat Maha Baik, Maha Kasih, Maha Kuasa, Suci, Setia, Penolong dan
Pelindung. Karena itu, dalam dunia percintaan eksklusif maupun inklusif, kita
dituntut bercinta atau berkasih demi kebaikan bersama, setia satu sama lain,
menjadi penolong dan pelindung sesama. Kasih menjadi yang utama agar terhindar
dari kecemburuan, kesalapahaman bahkan dari konflik dan keterpecahan. Jikalau
mengaktualkan ASK secara demikian di dunia, maka secara otomatis kita telah
memenuhi hukum utama, yakni “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu
dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu” (Mat 22:37). Hal yang
mau ditekankan di sini adalah kesungguhan hati dan penyerahan diri yang total
untuk mengungkapkan “Aku sayang Kamu” kepada kekasih dan sesama manusia dengan tindakan
kongkrit yang nyata. Sebab hal inilah yang dikehendaki Allah, supaya semua
manusia mengalaminya dengan baik.
Kasih itu tidak terbatas pada
waktu dan orang yang kita kagumi, tetapi juga dapat dialami di setiap waktu dan
mengalami melaui siapa saja yang kita jumpai di mana saja. Untuk itu perluh ada
keterbukaan diri yang positif terhadap pengalaman kongkrit setiap hari. Karena
hanya dengan begitu, kita mampu membaca tanda-tanda kehadiran sapaan kasih,
kemudian memaknai dan membatinkannya dalam hati. Selanjutnya atas dasar itu
dengan leluasa kita mampu menampilkan sikap dan prinsip hidup kasih. Jikalau
terjadi demikian, pasti kita dipandang sebagai penyalur kasih bagi semua orang,
sesuai dengan hukum Allah sendiri.
Dengan demikian hubungan kasih
antara aku dengan kamu sungguh eksis dan harmonis. Hubungan kasih yang harmonis
ini merupakan gambaran hubungan kasih harmonis antara aku dan Allah. Inilah
titik terpenting yang harus disadari dan diusahakan terus-menerus oleh kita
dalam hidup ini. Kirannya pada momen Valentine Day di tahun ini menjadi titik
tolak untuk membatinkan dan mengusahakan kasih itu. Ungkapkanlah “Aku Sayang
Kamu” bukan hanya kepada kekasih dan anggota keluarga saja, tetapi juga kepada
semua orang, alam dan Allah dengan kesungguhan akal, hati dan sekuat tenaga.
Semoga Valentine Day yang kita
rayakan menjadi cikal-bakal menyebarluasnya kasih sayang universal yang
mencakup semua segi hidup. Aku sayang kamu!
Amakaniee....wa...wa...wa............!
Penulis adalah mahasiswa semester
empat (Tingkat dua)
pada Sekolah Tinggi Filsafat dan Theologia (stft)
Fajar Timur,
Abepura, Jayapura, Papua.
0 komentar:
Posting Komentar