Oleh : Kleopas Sondegau
Seorang anak sejak lahir dilengkapi oleh Tuhan dengan potensi yang amat sempurna. Artinya, manusia pada umumnya (sebab, ada juga manusia yang mengalami kelainan) diciptakan sebagai makhluk yang paling sempurna di dunia. Kesempurnaan itu tampak dalam potensi manusia yang tak ternilai jika dibandingkan dengan makhluk lain. Makhluk lain hanya dapat mengandalkan nalurinya, sehingga binatang dari dulu sampai sekarang begitu-begitu saja. Sedangkan manusia dari zaman purba hingga sekarang sudah jauh berbeda hasil peradabannya. Manusia mengalami perubahan yang luar biasa dengan meningkatkan dirinya, melalui pendidikan formal maupun nonformal sehingga mengalami peradaban seperti saat ini. Itulah sebabnya potensi manusia dalam rangka pembangunan SDM harus diperhatikan dengan serius dan perlu ditumbuh kembangkannya. Caranya, dengan memberikan stimulasi/sentuhan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan sangat penting untuk diperhatikan baik oleh orang tua di rumah, masyarakat secara umum maupun oleh pemerintah melalui kebijakan.
Jika kita menyimak baik betapa pentingnya dunia pendidikan, maka kita
akan sampai pada suatu pemikiran bahwa melalui pendidikan, Sumber Daya Manusia
(SDM) Papua akan meningkat. Mengapa? Karena melalui pendidikan, orang Papua
akan menciptakan putra-putri Papua yang berkompeten di kemudian hari. Dengan
demikian, orang Papua juga akan mampu bersaing dengan dunia lain yang telah
lebih dulu maju. Untuk itu, selain memang harus ada kesadaran dari masyarakat
akan pentingnya pendidikan, rangsangan harus datang juga dari pemerintah.
Rangsangan baik dalam hal sosialisasi maupun bantuan dana pendidikan di
daerah-daerah pelosok. Pihak Gereja juga harus ikut sosialisasikan hal ini,
bahkan supaya pihak Gereja juga dapat menerapkannya melalui sekolah-sekolah
yang dibangunnya.
PENDIDIKAN PAPUA DI ERA OTSUS
Potret
pendidikan di era OTSUS amat memprihatinkan. Mengapa? Karena penanganan di
bidang pendidikan yang seharusnya menjadi prioritas dalam membangun SDM Papua
ternyata tinggal sebuah harapan yang tak kunjung direalisasikan secara
maksimal. Pertanyaannya: Berapa orang asli Papua yang menjadi Profesor/Doktor?
Barangkali dapat dihitung dengan jari. Berbagai hambatan dalam meningkatkan
mutu pendidikan di era OTSUS ini, ternyata menjadi biang kerok suramnya masa
depan generasi muda Papua. Persoalan mendasar lainnya adalah bukan hanya
rendahnya kualitas pendidikan formal saja, terutama di wilayah pedalaman Papua,
tetapi di sana juga terjadi diskriminasi dalam penggunaan dana OTSUS. Hal ini
memicu masyarakat untuk membangun berbagai sekolah swasta dengan harapan akan mendapat
suntikan dana dari pemerintah melalui dana OTSUS. Hal ini sungguh amat
memprihatinkan karena terkesan bahwa orang berlomba-lomba untuk mendirikan
sekolah-sekolah tanpa mempertimbangkan kualitas pendidikan. Hal ini akan
berdampak pada pembangunan SDM Papua ke depan. Realiatas semacam ini perlu
dikontrol oleh dinas terkait agar tidak merugikan generasi muda Papua.
Permasalahan
pendidikan Papua di era OTSUS nampaknya saling kait mengait antara satu dengan
yang lain. Pertama, Masalah Dana. Kalau
dilihat secara cermat, maka dana OTSUS yang dialokasikan untuk pendidikan
adalah 30%. Dana 30% ini diperuntukkan bagi peningkatan SDM Papua yang
berkualitas lewat pendidikan di sekolah-sekolah. Namun realisasi dari dana 30%
itu tidak jelas. Mengapa? Karena salah satu tujuan dari pemberian dana itu
adalah untuk meringankan beban orangtua dengan cara bebas biaya pendidikan
(gratis) namun, kenyataannya tidak demikian. Sebab masih saja orang tua
membayar biaya pendidikan. Lebih parah lagi adalah biaya pendidikannya sangat
mahal. Pertanyaannya: mengapa? Di mana dana yang dialokasikan untuk pendidikan
itu? Di sinilah letak kelemahan pemerintah karena tidak ada pengawasan yang
jelas sehingga dana yang diperlukan untuk pendidikan itu malah masuk dalam
kantong pribadi.
Kedua, Infrastruktur Jalan. Jalan juga menjadi kendala besar karena
banyak jalan yang terlihat rusak parah tetapi belum ditangani dengan baik oleh
pihak terkait. Sekalipun dinas terkait sudah berusaha namun, kenyataan di
lapangan sering memperlihatkan bahwa adanya ketidakseriusan dalam bekerja. Hal
ini menyebabkan jalan yang telah diperbaiki itu tidak lama kemudian rusak lagi.
Lebih parah lagi adalah jalan yang rusak itu justru jalan menuju ke sekolah.
Kalau realitasnya demikian, maka yang jelas para guru yang adalah ujung tombak
dalam membangun SDM Papua itu akan mengalami kesulitan terutama guru yang
tinggal jauh dari tempat mengajar. Kesulitannya adalah ia tidak akan pergi
mengajar dengan alasan jalan masih rusak. Kalau demikian, maka yang menjadi
korban adalah anak-anak didiknya. Bagaimana orang Papua mau berkembang lewat
pendidikan kalau realitasnya seperti ini? Kita perlu refleksi!!!
Ketiga,
Ketersediaan Fasilitas Sekolah. Hal yang paling pokok dalam membangun
manusia-manusia Papua yang berkualitas adalah mengenai fasilitas sekolah. Jika
fasilitas sekolah tidak memadai, maka hal ini sama saja dengan kita membunuh
masa depan generasi Papua. Mengapa? Ingat…sarana itu penting. Bagaimana saya
mau belajar kalau tidak ada meja belajar, bangku, papan tulis, kapur tulis, dan
ditambah lagi dengan daya serap anak yang lambat. Maka itu, sarana itu penting
untuk mendukung pembangunan SDM Papua. Sungguh amat memalukan pendidikan di era
OTSUS ini!!! Bukannya semakin meningkatkan mutu pendidikan tetapi justru
terbalik, mutu pendidikan di Papua semakin merosot alias suram.
Keempat, Perumahan
Guru amat Memprihatinkan. Perumahan yang layak bagi para guru
juga tidak tersedia dengan baik. Kalau realitasnya seperti ini, maka bagaimana
mungkin seorang guru mau mengabdi kepada murid-muridnya dengan sepenuh hati
kalau jaminan kesejahteraannya tidak terpenuhi. Memang banyak fakta bahwa ada
guru yang berkeliaran di kota dengan meninggalkan tugasnya namun, hal ini juga
mau memperlihatkan kelemahan pemerintah yang biadab itu. Mengapa? Karena tidak
ada pengawasan di sana. Karena itu jangan heran kalau guru-guru banyak yang
berada di kota ketimbang di tempat tugas. Realitas seperti ini juga mau
memperlihatkan bahwa SDM Papua berada di ambang kehancuran.
Semua
pihak sudah semestinya berpikir dan mencari solusi terbaik demi menangani
permasalahan pendidikan yang hingga kini belum tertangani dengan baik ini. Oleh
karena itu, diperlukan suatu penyamaan persepsi bahwa permasalahan pendidikan
yang terjadi sesungguhnya menuntut keterlibatan semua pihak baik orang tua,
para guru serta pemerintah dan masyarakat (pemerhati pendidikan). Permasalahan
pendidikan di Papua sesungguhnya menghendaki sebuah tindakan penanganan yang
nyata dan bukan sebatas omongan bibir saja. Untuk itu, kata Pastor Doktor Neles
Tebay, kini saatnya untuk orang Papua bergerak dengan Otak Bukan Dengan
Kekerasan. Maaf dulu boleh sekarang tidak!!!!! Mari bergerak bukan
saatnya untuk tidur-tidur.
Untuk Direnungkan Dan Ditindaklanjuti\
a.
Pendidikan merupakan
salah satu kunci keberhasilan pembangunan bangsa ke depan, pada zaman baru ini.
Maka itu, pendidikan tetap merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga,
masyarakat dan pemerintah. Masing-masing komponen tersebut mempunyai
tugas pokok, antara lain:
1)
Keluarga
merupakan lembaga pertama dan yang utama bagi penyediaan bibit-bibit unggul SDM
bagi masa depan bangsa. Anak harus ditempa dengan baik lewat proses awal
ini sebelum dilepas ke sekolah (pemerintah) dan masyarakat. Untuk itu,
keberhasilan/kegagalan manusia dalam hidup, sebagaian besar tergantung pada
pendidikannya yang pertama, yaitu yang dia peroleh pada masa kanak-kanak. Hal
inilah yang menjadikan keluarga mesti memikul beban pendidikan anak yang juga
bergantung pada kerja sama antara sekolah dan rumah. Dan perlu diingat bahwa
biarkanlah anak itu menentukan masa depannya sendiri sesuai minat dan bakatnya
bukan orangtua memaksa anak untuk mengikuti kemauan orangtua. Ingat cita-cita
yang mau dicapai itu ada di tangan si anak bukan orangtua. Orangtua hanya
sebagai motivator.
2). Masyarakat harus memberikan kontribusi dukungan yang
baik bagi proses perkembangan anak, agar ia dapat menata dirinya lebih baik,
bukan saja kelak sebagai “men of
reasoning” melainkan sebagai “agent of change”. Maka, faktor
lingkungan juga turut menentukan perkembangan pendidikan seorang anak. Untuk
itu, saling dukung mendukung dalam proses pendidikan adalah satu hal yang
amat positif dalam kehidupan masyarakat.
3). Pemerintah merupakan penanggung jawab utama terhadap
penyelamatan bangsa, penyelamatan generasi lewat institusi-institusi pendidikan
formal maupun nonformal. Pemerintah dituntut untuk menyiapkan pusat-pusat
unggulan demi proses selanjutnya untuk mencetak tenaga-tenaga unggul yang
memiliki daya saing kompetitif yang tinggi, calon pemimpin bangsa pada masa
depan. Bukan sebaliknya tinggal menutup mata menyaksikan penderitaan rakyat
Papua dalam usaha mengejar impian lewat pendidikan itu. Jangan matanya terbuka
seperti ikan cakalan di pasar Yotefa tetapi ABUNAWAS. Tindakan pemerintah yang
seperti ini amat terkutuk, bukan beradab tapi biadab. Dana OTSUS hanya
dinikmati oleh segelintir orang Papua khususnya tikus-tikus berdasi yang mata
duit ini (elit politik). Lalu masyarakat ini diapakan? Lebih para lagi bahwa
30% dana OTSUS untuk pendidikan pun tidak jelas penanganannya. Kemana dana 30%
untuk pendidikan itu? Sedangkan biaya pendidikan masih mahal apalagi sarana
prasarana sekolah yang digunakan amat terbatas. Belum lagi gaji guru-guru yang
sering kali terlambat dibayar. Ingat…dana OTSUS dikucurkan karena ada
masyarakat bukan karena ada elit politik. Memang kenyataan telah membuktikan
bahwa pemerintah Papua gagal dalam menangani bidang pendidikan di Papua
khususnya di wilayah pedalaman yang masih terbatas dengan sarana prasarana
sekolah itu. Ingat…..pembangunan SDM jauh lebih penting dari pada pembangunan
fisik semata. Pembangunan fisik akan berjalan kalau pembangunan SDM sudah oke.
Setuju??? Up to you!
b.
Dalam mempersiapkan
generasi muda Papua yang berkualitas, maka peran aktif dari pihak keluarga,
masyarakat dan pemerintah sangat dibutuhkan. Maka, SARAN-nya adalah:
1)
Bagi lembaga
pendidikan: Utamakan sekolah kejuruan agar mampu mengatasi jumlah pengangguran
yang semakin membengkak di Papua ini.
2)
Bagi lembaga
pemerintah (dinas terkait): Perlu adakan sosialisasi-sosialisasi tentang
pentingnya pendidikan bagi para orangtua maupun anak-anak di seluruh tanah
Papua agar para orangtua mendorong anak-anaknya untuk
sekolah. Mengapa? Karena banyak fakta menunjukkan bahwa ada orangtua yang
cenderung cepat mengawinkan anaknya supaya mendapatkan harta. Kapan mau
maju? Kapan mau mengakhiri penderitaan di Papua kalau pola hidup dari tete nene
moyang itu masih dibawa terus??? Jangan harap kita mau mengubah wajah Papua
dari penindasan dan kekerasan yang tidak pernah sepi di bumi ini kalau kita
sendiri memunyai pandangan hidup (mematikan) yang demikian. Ingat….. sekarang
bukan” zaman lalu” melainkan “zaman baru” yang membutuhkan perubahan di
berbagai dimensi kehidupan. Pace…Mace…Tekolaa Doeloe…maka semuanya akan beres.
Oleh karena itu, pemerintah disarankan untuk membuka mata melihat realitas yang
terjadi agar mencari solusi yang terbaik demi membangun manusia-manusia Papua
yang berkualitas.
3)
Bagi para orangtua:
Ingat….orangtua itu hanya sebagai pendorong bagi anak agar kelak menjadi
manusia yang berkualitas. Bukan penentu masa depan anak. Oleh karena itu,
biarkanlah anak itu menentukan masa depannya sendiri sesuai minat dan bakatnya
bukan sebaliknya mengikuti kemauan orangtua. Ingat….Banyak anak yang masa
depannya suram karena mengikuti kemauan orangtua. STOP!!!
Dari berbagai Sumber....
Penulis adalah Mahasiswa pada Sekolah Tinggi
Filsafat dan Teologi “Fajar Timur” (STFT-FT), Abepura-Jayapura-Papua.
0 komentar:
Posting Komentar